Christian Student : Leadership or Gathering ?

2 Komentar
Sejarah terbentuknya CSG ( Christian Student Gathering) dan semangat nilai spiritualitas kekristenan di Universitas Jenderal Soedirman.
-Yoshua Abib Mula Sinurat-

Sebelumnya saya berkisah training CSG ( Christian Student Gathering ) di Unsoed.  Kalanya, saya berharap tulisan ini menjadi referensi historis untuk materi  CSG selanjutnya. Jika dilihat dari empat tahun belakangan, materi terkait sejarah pelayanan kekristenan sangat jarang di bagikan di wadah seperti CSG.  Kala itupula saya berharap agar CSG menjadi sebuah pintu dari sekian pintu masuk dengan salib diatasnya. Pintu yang ketika dilewati, mahasiswa Kristen sudah terbekali , berlabel pengikut Kristus, dan siap ditempatkan menjadi terang di tengah gelap.
Serupa dengan OSPEK di tiap fakultas, namun CSG hadir untuk membekali mahasiswa baru khusunya mahasiwa Kristen untuk menjadi mahasiswa yang ber-spiritualitas, ber-Integritas dan mampu ber-Profesionalitas. Kelahiran CSG tak ujug-ujug hadir begitu saja. Ada beberapa penggalan cerita yang melahirkan konsep CSG ini.
Training ESQ saya yakin bukanlah istilah yang asing. Training ini digelar untuk membekali mahasiswa baru atau lama tentang pentingnya kecerdasan emosi dan spiritual sebagai pengimbang kecerdasan kognitif kita. ESQ bermula ada pada tanggal 26-27 Januari 2008. Univeristas Jenderal Soedirman menwajibkan mahasiswa barunya untuk mengikuti Training ESQ. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari dan cukup terbilang relatif mahal. Mahal dalam kisaran mahasiswa sebagai pelajar yang secara finansial masih bergantung kepada orang tua. Biaya training dua hari itu mencapai Rp. 500.000. Angka yang besar untuk sekedar mengikuti training atau pelatihan.
Namun, ada banyak persoalan dalam training ESQ pada saat itu. Pertama, bahwa emosionalitas-spiritualitas sebenarnya mengalami komodifikasi dalam logika training ESQ. Training ESQ banyak yang menganggap bahwa training ESQ sebagai bentuk komersialisasi emosi-spiritualitas. Jual-beli. Seperti pepatah Jawa, “Ono rego, ono rupo”. Yang kurang-lebih artinya ada uang ada kualitas. Seakan-akan semakin mahal pelatihan tersebut, maka akan semakin cerdaslah para peserta.
Kedua, kegiatan ESQ memang pada umumnya berlaku pada seluruh mahasiswa baru, baik Kristen atau Islam. Namun pada pelaksanaanya  “Trainer berlisensi A Ginandjar Agustian” ini membawa materi spritualitas yang cenderung keranah nilai-nilai Islami. Persoalan ini yang kemudian membuat beberapa Dosen/Pegawai dan mahasiswa Kristen mengagaskan terbentuknya CLT (Christian Leadership Training). CLT bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai spritualitas kekristenan ini pun disambut baik oleh Rektor pada saat Itu.  Prof. Dr Ir Sudjarwo yang menjadi Rektor Unsoed periode 2005-2009 memang terkenal dengan kesederhanaan dan kegigihannya dalam mewujudkan pendidikan yang berkeadilan.
CLT pertama kali dilaksanakan pada tahun 2009. Ada beberapa indikasi yang memunculkan gagasan terbentuk CLT pada tahun ini. Seperti yang diungkapkan diatas bahwa persoalan ESQ menjadi pokok terbentuknya CLT. Dimana materi terkait spritualitas Kekristenan tidak disampaikan dalam ESQ. Oleh Sebab itupula beberapa Dosen, pegawai dan mahasiswa Kristen melakukakan pemisahan diri dengan ESQ. Ketua PMKP 2008-2009 bersama dosen dan pegawai Kristen lainnya yang ada di Unsoed mencoba mendiskusikannya bersama Rektor pada saat itu. Alhasil, Rektor Prof. Dr Ir Sudjarwo mengizinkan bahwa penanamna  nilai karakter mahasiswa Kristen dilakukan secara terpisah. Ditambah lagi mahasiswa Kristen yang membayar uang pendafataran ESQ sebanyak 500-700 rb yang terinput dalam SPP/BFP merupakan biaya pelatihan CLT. Jadi sepanjang sejarah CLT diadakan, PMKP sebagai lembaga pelaksanan CLT diberikan dana untuk melaksanakan kegiatan CLT, tanpa repot mencari usahan dana lainnya.
ESQ dan CLT memang adalah training yang di adakan untuk menanamkan nilai Spritualitas. Didalam CLT, training dilaksanakan dengan materi dasar pergumulan pribadi mandiri yang terdiri dari enam (6) poin utama yaitu pencarian identitas diri, figur sentral, pengaruh media, pengaruh komunitas-sosiologi kriminil, pengaruh kampus dan pengaruh lingkungan global.
CLT pun berbicara mengenai persoalan Dinamika kampus. Pada tahun 2010 tema dan nilai yang diangkat adalah Dinamika Kampus. Dimana dengan sub thema yang diangkat adalah Yohannes 15:5 “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa yang tinggal didalam Aku dan aku didalam dia, ia akan berbuah banyak, sebab diluar Aku kamu tidak berbuat apa-apa”. Dalam tema ini diharapkan mahasiswa Kristen diharapkan memiliki hidup yang berarti. Pada tahun ini pembicara dalam kegiatan CLT memang yang dikhusukan untuk menyampaikan ke-Leader-an, yaitu Drs. H. Bambang Siswanto, M.Si sebagai dosen Komunikasi FISIP Unsoed. Dan pun ditambah lagi dengan materi yang ditulisakn oleh Pdt. Dr. Johannes Lilik Susanto dengan judul “Pemulihan gambar personal tentang Allah yang penuh kasih”.
CLT 2010 menjadi akhir cerita dalam sejarah panjang yang banyak tidak mengetahuinya.. Ada bebrapa alasan yang tidak pasti beredar mengapa CLT berganti dengan CSG. Menurut sumber, CLT tidak lagi ada karena seiring ESQ tidak lagi dilaksanakan. ESQ yang terhenti pada tahun 2009 disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, mahalnya biaya pelatihan dan kedua, banyaknnya tuntutan mahasiswa bahwa menyoal nilai spiritual tidak lagi relevan bagi mahasiswa baru. Secara otomotais biaya pendafataran untuk ESQ dialihakan untuk program pengembangan Soft skill dan hard skill selanjutnya, yang kita tahu sekarang adalah PKKM (Pengembangan Karakter dan Kepribadian Mahasiswa). PKKM adalah wadah pemacu semangat penanaman karakter kejuangan aktivitas mahasiswa baru di UNSOED.  PKKM pun berjalan hingga sekarang dan wjib diikuti oleh semua mahasiswa Baru Unsoed, baik Kristen atau Muslim. Karena itupula biaya pendaftaran ESQ yang sempat di berikan kepada CLT tidak lagi pungut dari mahasiswa. Secara sederhana PKMP tak lagi mendapat asupan dana untuk melakukakan CLT dari Rektorat.
Dari CLT pula lahir CSG. CSG adalah Christian Student Gathering. Istilah Gathering dipakai untuk mengartikan sebagai perkumpulan.  Jadi secara explisit CSG merupakan wadah mahasiswa Kristen Baru Unsoed untuk berkumpul dan saling mengenal. Dan hanya sebatas itu saja. CSG perdana dilakukan pada tahun 2011 dengan sekitar 350 mahasiswa baru Kristen yang ikut didalamnya. Didalam CSG nilai-nilai terkait persoalan dinamika kampus, leadership, dan identitas diri tidak ditanamkan dalam mahasiswa baru. Saya dan beberapa teman yang berangkatan 2011 pun ikut merasakan bahwa CSG 2011 tidak berdampak apa-apa selama 4 tahun berkuliah. Nama Gathering yang dipakai pun sampai sekarang tak memiliki efek sama sekali. Hingga sampai saat ini teman-teman yang mengikuti CSG 2011 tak lagi dapat saling mengenal. Saya menyimpulkan bahwa istilah gathering hanya berlaku pada saat itu saja, pada saat 5 jam acara berlangsung.

Demikian akhir penggalan cerita panjang terkait CSG. Jika kembali kebelakang ketika berakhirnya ESQ-CLT yang berganti dengan PKKM. CSG diharapkan mampu menjadi wadah yang sama dengan CLT. Keprihatinan saya bahwa spiritualitas sebenarnya mengalami degradsi dalam logika CSG empat tahun belakang.  Pun sebenarnya tulisan ini masih bisa ditarik benang merahnya hingga terbentuknya KKU (Keluarga Kristiani Unsoed). Namun keterbatasan saya dalam mencari sumber adalah kendalanya, semoga di lain kesempatan tulisan bisa belanjut. Saya sangat meneriman kritik, saran dan masukan untuk ke-valid-an sumber dan data dalam tulisan ini.