SEBELUM saudara bertanya, “kebutuhan apa yang
pantas bagi manusia?” merkuri lebih dahulu tercipta sebelum manusia. Merkuri
yang tinggi, tegak dan melengkung, cakrawala sebagai pembatas antara air dan
langit. Sekali lagi aku berkata, manusia diciptakan di hari terakhir. Layaknya
cerita panjang dalam kitab suci, dua manusia di cipta sebelum langit tercipta,
sebelum kebutuhan manusia sudah tersedia.. Lalu kini, semua hanyut dalam ketidak-sadaran.
Keiniginan menjelama sebagai kebutuhan. Kebohongan menghantui kebenaran. Benar,
Al-kitab benar, kini dunia penuh realitas palsu.
Kebutuhan dan keinginan sudah terjawab dalam
teks-teks kitab Wahyu, bahkan Realitas
masyarakat konsumsi Jean Baudrillard pernah membingkainya kedalam hipotesanya.
“konsumsi
sebagai penanda kesejahteraan dan stratifikasi sosial”. Setiap harinya,
sekian banyak waktu biasa dihabiskan untuk berkonsumsi, berpikir tentang apa
yang dikonsumsi dan menyiapkan apa yang akan dikonsumsi. Sebagian besar orang
merasa memerlukan pekerjaan untuk bisa berkonsumsi, melanjutkan pendidikan demi
bisa berkonsumsi lebih baik, menilai orang lain dengan apa-apa yang
dikonsumsinya, menunjukkan identitas diri dengan benda-benda konsumsi, berafiliasi
dengan orang lain berdasarkan keterikatan pada benda konsumsi, dan seterusnya.
Dan kini tampaknya, ketidaksadaran akan kebutuhan dan keiingnan telah
tersamarkan oleh cekokan bangunan perbelanjaan. Toko-toko dua lantai yang berdiri seluas 3,5
hektar dengan investasi Rp 5 miliar yang terencana. PCW (Purwokerto City Walk)
sudah menjadi wanti-wanti masalah
konsumerisme. Nanti PCW benar-benar berdiri menantang Unsoed. Berdiri di
Didepan patung Jenderal Sodirman yang sedang menunggang kuda sudah siap memimpin
pasukannya. Bak perang salib. Memperebutkan Yerusallem semata karena keegoisan
kuasa. Unsoed berperan sebagai Tentara salib, PCW berperan sebagai Salahuddin.
Persiapan perang butuh waktu 5 tahun, PCW menunggu sejak tahun 2007, Unsoed
masih bertahan dibelakang tembok pertahanan.
PCW dari
pembangunan tanpa IMB dan pembelian lahan warga. Pembangunan PCW
akan berencana mengubah pusat hiburan dalam
lingkungan pendidikan. Secara tak langsung
pula, hal itu akan mengundang pengusaha
lain datang ke Purwokerto, atmosfer pendidikan di Unsoed pun akan pudar
ditindih oleh pengusaha-pengusaha asing. Masyarakat sekitar Grendeng akan
kehilangan pekerjaan, karena kalah saing dengan pengusaha besar sekelas PCW yg
memiliki modal lebih besar. Tak luput, mahasiswa akan menjadi konsumtif dgn
menghamburkan uang berlebih tanpa sadar di tempat yg sangat menghiburnya.
Konon,
pembangunan-pembangunan ini dilakukan demi pertumbuhan ekonomi di Purwokerto.
Mendatangkan investor asing, lalu lapangan kerja (buruh) terbuka lebar, dan
kemudian perputaran uang di kota ini kian cepat. Begitulah maksud “baik”nya.
Kota mungil ini lambat laun menjadi sesak dengan bangunan-bangunan raksasa yang
menawarkan berbagai merk dan makanan mewah. Entah untuk siapa. Siapa yang
sadar, tak ada lagi ruang untuk usaha para manusia menjadi kian manusiawi?
0 Komentar:
Posting Komentar