Sosiologi
dramaturgi adalah kajian yang diangkat oleh Erving Goffman. Dalam
karyanya tentang dramaturgi, ia banyak mengungkap tentang konsep diri dalam
sosialisasi individu dalam lingkungan sosial masyarakat. Bagaimana seseorang
bisa memainkan perannya dalam hubungan atau interaksi dengan orang lain yang
dalam karyanya disebut sebagai audien atau dalam bahasa pertunjukkan disebut
penonton. Seseorang dalam kehidupan sehari-hari selalu berperan dalam menjalani
hari-harinya, namun terkadang kita tidak dapat melihatnya secara langsung
ataupun merasakannya dan hanya orang lain yang dapat menilainya. Peran yang
dilakukan oleh individu-individu layaknya seperti dalam pertunjukkan drama yang
ditampilkan diatas pentas.
Diri dalam bahasan yang diangkat oleh Goffman ataupu
Mead membahas mngenai ketegangan diri yang dibatasi oleh keadaan sosial. Diri
adalah suatu hal yang ada dala setiap individu yang beraneka ragam dan
mempunyai pengruh yang berbeda-beda dalam menjalankan aktivitasnya. Diri kita
selalu terpengaruh oleh keadaan lingkungan dimana kita berada. Kita dapat
menciptakan sebuah suasana baru saat kita sedang dalam keadaan sepi, ataupun
kita dapat beralaku spontan pada saat kita sedang terdesak. Diri kita selalu
memainkan perannya sesuai dengan naluri yang bekerja. Contohnya seperti pada
saat kita sedang belajar dikelas. Pada saat guru menerangkan tiba-tiba ia
menunjuk kita untuk mengulangnya. Kita tentu saja bingung untuk menjawabnya kalau
kita tidak memperhatikan penjelasan tadi. Dari itu kita paling-paling hanya
menggaruk-garuk kepala taupun geleng kepalayang berarti tanda kita tidak biasa.
Keadaan seperti itu sebenarnya sudah masuk dalam kategori berperan. Kita
sebenarnya adalah aktor walaupu kita tidak paham dengan keadaan seperti itu.
Aktor dalam menjalani peran setidaknya mampu untuk
membius penonton agar penonton terkesima atau dapat memahami suasana dan
karakter yang diperankannya. Dalam menjalankan perannya ini aktor harus bisa membawakan
karakter yang diperankan sehingga audien dapat menerimanya dengan baik, kalau
tidak penonton akan merasa jenuh atau bosan dengan pertunjukkan itu. Demikian
pula dalam kehidupan sehari-hari, kita harus bisa melakukan interaksi yang baik
dengan orang lain sehingga keberadaan kita dapat diterima orang lain.
Setidak-tidaknya kita selalu memerankan tokoh yang berwatak baik, agar orang
lain pun selalu timbal balik kepada kita. Dimana intinya kita berbuat baik dan
ingin kebaikan itu dibalas dengan kebaikan pula.
Kita sebagai mahluk sosial selalu mempunyai
kekurangan dan juga kelebihan, yang dalam intinya kita harus mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan atau suasana dimana kita berada. Penyesuaian diri ini
sangat berpengaruh terhadap diri seseorang. Jika seseorang tidak mampu untuk
menyesuaikan diri maka ia tidak akan betah atau bosan dengan keadaan seperti
itu. Mungkin ia akan merasa grogi, bingung, ataupun diam membisu. Demikian pula
dalam pentas pertunjukkan, kita diwajibkan harus mampu untuk menyesuaikan diri
agar kita tidak merasa terganggu konsentrasi kita. Sebab jika kita sudah
kehilangan konsentrasi dalam pertunjukkan atau dalam kehidupan sehari-hari,
kita akan bersikap tidak sesuai dengan keadaan kita disaat kondisi sedang
normal atau yang lebih parah kita bisa melakukan hal-hal yang anarkis. Keadaan
yang semacam ini yang dalam bahasa Goffman disebut dengan manajemen pengaruh.
Dalam menunjang memainkan peran agar menambah
suasana yang lebih mendukung, kita selalu membutuhkan perlengkapan yang mampu
untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada audien. Atau dalam bahasa
lain disebut setting. Setting ini adalah alat pendukung yang
digunakan oleh aktor agar ia kelihatan lebih jelas dalam berperan. Setting
ini biasanya selalu terlihat atau mengacu pada pemandangan fisik. Hal ini jelas
meupakan unsur yang cukup penting dalam sebuah pertunjukkan. Sebenarnya kalau
dalam pertunjukkan teater setting dapat diganti dengan sebuah gerak atau
gesture. Gerak disini juga mampu untuk mengubah setting walaupun setting
adalah alat pendukung yang cukup penting. Seperti contoh kalau kita memainkan
peran burung, kita tidak harus menempatkan burung dalam panggung (stage),
kita juga bisa dengan menggantinya dengan gerak seperti dengan
mengepak-ngepakan tangan. Keadaan seperti itupun juga dapat berlaku dalam
kehidupan sehari-hari seperti contoh yang pertama diatas. Kalau kita tidak bisa
megerjakan sesuatu kita cukup dengan menggeleng-gelengkan kepala yang berarti
tidak bisa.
Goffman mencoba untuk lebih memfokuskan mengenai
peran diri menghadapi dunia luar. Dalam hubungannya dengan masyarakat manusia
selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan yang membutuhkan “acting” agar
mampu untuk menghadapinya. Begitupun saat kita melakukan pertunjukan diatas
panggung, kita dihadapkan dengan peran yang akan kita mainkan. Kita harus bisa
memberikan sesuatu yang lebih agar penonton atau audien dapat menerima pesan
yang telah disampaikan oleh aktor. Di sini aktor juga harus mampu untuk dapat
mempergunakan setting agar mampu untuk menambah pesan yang disampaikan.
Peran-peran yang dimainkan dalam pertunjukan diatas
panggung memang tidak semua menggambarkan tentang realita yang sebenarnya, akan
tetapi jika dirangkai dengan konsep yang bagus dan ditambah aksesoris setting
yang memmadai dan mendukung maka poentas yang disuguhkan akan membawa kesan
yang mendalam kepada penonton atau audien. Pengelolaan setting juga
belum tentu mampu untuk menambah kesan, jika aktor tidak bisa memainkannya
dengan baik. Seperti dalam kehidupan sehari-hari yang diwarnai dengan berbagai
latar dimana kita berada. Terkadang kita dihadapkan pada tempat dan suasana
yang kurang mendukung, tetapi jika kita mampu untuk mengontrol semua dan
memahami semua dengan baik maka semua akan berjalan sesuai dengan rencana yang
diinginkan. Optimalisasi keadaan adalah sesuatu yng sangat sulit, terkadang
kita tidak mampu menguasai keadaan dan inilah yang dapat membawa bencana bagi
kita.
Pengaruh keadaan seperti itulah yang diharapkan oleh
aktor, dimana ia bisa membuat audien menjadi lebih akrab dalam sebuah
pertunjukan walaupun dalam kehidupan nyata mereka belum tentu seperti itu.
Kesan dan pesan yang diberikan kepada audien diharapkan mampu untuk membawa
suasana kepada suasana yang lebih intim. Pengaruh aktor agar penonton menjadi
seperti terlibat dalam acara pertunjukan adalah suatu hal yang sangat
diharapkan dalam sebuah pertunjukan. Ekspresi-ekspresi yang diberikan itulah
yang akan menambah motivasi aktor untuk terus berperan lebih menghayati. Di
sisi lain sebenarnya aktor juga membatasi untuk tidak larut dalam ekspresi
penonton, aktor justru membatasi dengan membangun jarak tersendiri dengan
mereka. Tetapi jarak tersebut tidak terlihat nyata.
Selain dipanggung depan, belakang panggung merupakan
hal yang tidak bisa kita tinggalkan dalam sebuah pertunjukan. Kerja tim adalah
hal yang sangat primer utuk mencapai kesempurnaan yang diinginkan. Kita dalam
bermasyarakat pun demikian, kita selalu membutuhkan mereka dalam berinteraksi.
Masyarakat adalah panggung dalam kita berperan. Layaknya seperti bermain drama,
masyarakat adalah penonton dan lingkungan adalah stting dan kita berperilaku
adalah kehidupan dibelakang panggung. Kemampuan-kemampuan kita dalam
mempengruhi masyarakat dalam kehidupan membawa dampak tersendiri bagi kita.
Kesan-kesan yang baik akan membuat kita menjadi diuntungkan karena itu kita
harus cenderung untuk lebih mampu menghargai mereka sebagai lawan dalam
berinteraksi.
Status peran yang dibawa oleh aktor sebenarnya juga
menjadi catatan tersendiri dalam sebuah pertunjukan atau juga dalam kehidupan
sehari-hari. Kita dalam menjalani kehidupan terkadang ada jurang pemisah yang
membatasi perilaku kita terhadap orang lain. Seperti contoh ketika orang miskin
dihadapkan dengan si kaya, tentu saja si miskin akan merasa malu atau yang lain
terhadap keadaan yang seperti itu. Jurang pemisah yang seperti itu yang tidak
diharapkan. Kita menginginkan kesamaan derajat, karena didunia semua orang
mempunyai derajat yang sama tetapi hanya faktor-faktor tertentu yang membuat
mereka menjadi lebih eksklusif dan lebih diuntungkan.
Pandangan
umum Presentation Of Self terhadap kehidupan manusia, apakah secara
individual atau dalam kelompok, adalah untuk mengejar tujuan mereka
masing-masing dan dengan sinis tidak menghiraukan kepentingan-kepentingan orang
lain… Di sini individu dipandang sebagai sekumpulan pertunjukan bertopeng yang
menyembunyikan diri yang sinis dan manipulatif.
( Manning, 1992:44 )
Kehidupan adalah panggung sandiwara dan itu adalah
sebuah realita kehidupan yang harus kita terima. Kita selalu mencoba untuk
membuatnya lebih nyata dan lebih baik dari sekedar acara pertunjukan drama.
Peragaan atas kegiatan-kegiatan sehari-hari kita buat layaknya dalam sebuah
opera tentang si baik yang selalu diterima oleh semua orang atau mengenai orang
yang selalu berbuart baik selalu mendapat balasan yang baik pula. Penempatan
posisi menjadi orang yang baik inilah yang selalu membuat kita sulit untuk
terus eksis dalam kehidupan berinteraksi. Bayangan-bayangan yang sifatnya
membuat kita malu atau bayangan sekedar membuat kita lebih berharga menjadi hal
yang sering kita lakukan . kebiasaan-kebiasaan yang sulit seperti ini yang
sebenarnya harus kita hindari.
Daftar Pustaka
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori
Sosiologi Modern Edisi Keenam. Prenada Media. Jakarta.