Sosiologi Dramatutgis : Dunia ini panggung sandiwara. ( William Shakespeare )

0 Komentar

Sosiologi dramaturgi adalah kajian yang diangkat oleh Erving Goffman. Dalam karyanya tentang dramaturgi, ia banyak mengungkap tentang konsep diri dalam sosialisasi individu dalam lingkungan sosial masyarakat. Bagaimana seseorang bisa memainkan perannya dalam hubungan atau interaksi dengan orang lain yang dalam karyanya disebut sebagai audien atau dalam bahasa pertunjukkan disebut penonton. Seseorang dalam kehidupan sehari-hari selalu berperan dalam menjalani hari-harinya, namun terkadang kita tidak dapat melihatnya secara langsung ataupun merasakannya dan hanya orang lain yang dapat menilainya. Peran yang dilakukan oleh individu-individu layaknya seperti dalam pertunjukkan drama yang ditampilkan diatas pentas.

Diri dalam bahasan yang diangkat oleh Goffman ataupu Mead membahas mngenai ketegangan diri yang dibatasi oleh keadaan sosial. Diri adalah suatu hal yang ada dala setiap individu yang beraneka ragam dan mempunyai pengruh yang berbeda-beda dalam menjalankan aktivitasnya. Diri kita selalu terpengaruh oleh keadaan lingkungan dimana kita berada. Kita dapat menciptakan sebuah suasana baru saat kita sedang dalam keadaan sepi, ataupun kita dapat beralaku spontan pada saat kita sedang terdesak. Diri kita selalu memainkan perannya sesuai dengan naluri yang bekerja. Contohnya seperti pada saat kita sedang belajar dikelas. Pada saat guru menerangkan tiba-tiba ia menunjuk kita untuk mengulangnya. Kita tentu saja bingung untuk menjawabnya kalau kita tidak memperhatikan penjelasan tadi. Dari itu kita paling-paling hanya menggaruk-garuk kepala taupun geleng kepalayang berarti tanda kita tidak biasa. Keadaan seperti itu sebenarnya sudah masuk dalam kategori berperan. Kita sebenarnya adalah aktor walaupu kita tidak paham dengan keadaan seperti itu.

Aktor dalam menjalani peran setidaknya mampu untuk membius penonton agar penonton terkesima atau dapat memahami suasana dan karakter yang diperankannya. Dalam menjalankan perannya ini aktor harus bisa membawakan karakter yang diperankan sehingga audien dapat menerimanya dengan baik, kalau tidak penonton akan merasa jenuh atau bosan dengan pertunjukkan itu. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, kita harus bisa melakukan interaksi yang baik dengan orang lain sehingga keberadaan kita dapat diterima orang lain. Setidak-tidaknya kita selalu memerankan tokoh yang berwatak baik, agar orang lain pun selalu timbal balik kepada kita. Dimana intinya kita berbuat baik dan ingin kebaikan itu dibalas dengan kebaikan pula.

Kita sebagai mahluk sosial selalu mempunyai kekurangan dan juga kelebihan, yang dalam intinya kita harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan atau suasana dimana kita berada. Penyesuaian diri ini sangat berpengaruh terhadap diri seseorang. Jika seseorang tidak mampu untuk menyesuaikan diri maka ia tidak akan betah atau bosan dengan keadaan seperti itu. Mungkin ia akan merasa grogi, bingung, ataupun diam membisu. Demikian pula dalam pentas pertunjukkan, kita diwajibkan harus mampu untuk menyesuaikan diri agar kita tidak merasa terganggu konsentrasi kita. Sebab jika kita sudah kehilangan konsentrasi dalam pertunjukkan atau dalam kehidupan sehari-hari, kita akan bersikap tidak sesuai dengan keadaan kita disaat kondisi sedang normal atau yang lebih parah kita bisa melakukan hal-hal yang anarkis. Keadaan yang semacam ini yang dalam bahasa Goffman disebut dengan manajemen pengaruh.

Dalam menunjang memainkan peran agar menambah suasana yang lebih mendukung, kita selalu membutuhkan perlengkapan yang mampu untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada audien. Atau dalam bahasa lain disebut setting. Setting ini adalah alat pendukung yang digunakan oleh aktor agar ia kelihatan lebih jelas dalam berperan. Setting ini biasanya selalu terlihat atau mengacu pada pemandangan fisik. Hal ini jelas meupakan unsur yang cukup penting dalam sebuah pertunjukkan. Sebenarnya kalau dalam pertunjukkan teater setting dapat diganti dengan sebuah gerak atau gesture. Gerak disini juga mampu untuk mengubah setting walaupun setting adalah alat pendukung yang cukup penting. Seperti contoh kalau kita memainkan peran burung, kita tidak harus menempatkan burung dalam panggung (stage), kita juga bisa dengan menggantinya dengan gerak seperti dengan mengepak-ngepakan tangan. Keadaan seperti itupun juga dapat berlaku dalam kehidupan sehari-hari seperti contoh yang pertama diatas. Kalau kita tidak bisa megerjakan sesuatu kita cukup dengan menggeleng-gelengkan kepala yang berarti tidak bisa.

Goffman mencoba untuk lebih memfokuskan mengenai peran diri menghadapi dunia luar. Dalam hubungannya dengan masyarakat manusia selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan yang membutuhkan “acting” agar mampu untuk menghadapinya. Begitupun saat kita melakukan pertunjukan diatas panggung, kita dihadapkan dengan peran yang akan kita mainkan. Kita harus bisa memberikan sesuatu yang lebih agar penonton atau audien dapat menerima pesan yang telah disampaikan oleh aktor. Di sini aktor juga harus mampu untuk dapat mempergunakan setting agar mampu untuk menambah pesan yang disampaikan.

Peran-peran yang dimainkan dalam pertunjukan diatas panggung memang tidak semua menggambarkan tentang realita yang sebenarnya, akan tetapi jika dirangkai dengan konsep yang bagus dan ditambah aksesoris setting yang memmadai dan mendukung maka poentas yang disuguhkan akan membawa kesan yang mendalam kepada penonton atau audien. Pengelolaan setting juga belum tentu mampu untuk menambah kesan, jika aktor tidak bisa memainkannya dengan baik. Seperti dalam kehidupan sehari-hari yang diwarnai dengan berbagai latar dimana kita berada. Terkadang kita dihadapkan pada tempat dan suasana yang kurang mendukung, tetapi jika kita mampu untuk mengontrol semua dan memahami semua dengan baik maka semua akan berjalan sesuai dengan rencana yang diinginkan. Optimalisasi keadaan adalah sesuatu yng sangat sulit, terkadang kita tidak mampu menguasai keadaan dan inilah yang dapat membawa bencana bagi kita.

Pengaruh keadaan seperti itulah yang diharapkan oleh aktor, dimana ia bisa membuat audien menjadi lebih akrab dalam sebuah pertunjukan walaupun dalam kehidupan nyata mereka belum tentu seperti itu. Kesan dan pesan yang diberikan kepada audien diharapkan mampu untuk membawa suasana kepada suasana yang lebih intim. Pengaruh aktor agar penonton menjadi seperti terlibat dalam acara pertunjukan adalah suatu hal yang sangat diharapkan dalam sebuah pertunjukan. Ekspresi-ekspresi yang diberikan itulah yang akan menambah motivasi aktor untuk terus berperan lebih menghayati. Di sisi lain sebenarnya aktor juga membatasi untuk tidak larut dalam ekspresi penonton, aktor justru membatasi dengan membangun jarak tersendiri dengan mereka. Tetapi jarak tersebut tidak terlihat nyata. 

Selain dipanggung depan, belakang panggung merupakan hal yang tidak bisa kita tinggalkan dalam sebuah pertunjukan. Kerja tim adalah hal yang sangat primer utuk mencapai kesempurnaan yang diinginkan. Kita dalam bermasyarakat pun demikian, kita selalu membutuhkan mereka dalam berinteraksi. Masyarakat adalah panggung dalam kita berperan. Layaknya seperti bermain drama, masyarakat adalah penonton dan lingkungan adalah stting dan kita berperilaku adalah kehidupan dibelakang panggung. Kemampuan-kemampuan kita dalam mempengruhi masyarakat dalam kehidupan membawa dampak tersendiri bagi kita. Kesan-kesan yang baik akan membuat kita menjadi diuntungkan karena itu kita harus cenderung untuk lebih mampu menghargai mereka sebagai lawan dalam berinteraksi.

Status peran yang dibawa oleh aktor sebenarnya juga menjadi catatan tersendiri dalam sebuah pertunjukan atau juga dalam kehidupan sehari-hari. Kita dalam menjalani kehidupan terkadang ada jurang pemisah yang membatasi perilaku kita terhadap orang lain. Seperti contoh ketika orang miskin dihadapkan dengan si kaya, tentu saja si miskin akan merasa malu atau yang lain terhadap keadaan yang seperti itu. Jurang pemisah yang seperti itu yang tidak diharapkan. Kita menginginkan kesamaan derajat, karena didunia semua orang mempunyai derajat yang sama tetapi hanya faktor-faktor tertentu yang membuat mereka menjadi lebih eksklusif dan lebih diuntungkan. 

Pandangan umum Presentation Of Self terhadap kehidupan manusia, apakah secara individual atau dalam kelompok, adalah untuk mengejar tujuan mereka masing-masing dan dengan sinis tidak menghiraukan kepentingan-kepentingan orang lain… Di sini individu dipandang sebagai sekumpulan pertunjukan bertopeng yang menyembunyikan diri yang sinis dan manipulatif.
( Manning, 1992:44 )

Kehidupan adalah panggung sandiwara dan itu adalah sebuah realita kehidupan yang harus kita terima. Kita selalu mencoba untuk membuatnya lebih nyata dan lebih baik dari sekedar acara pertunjukan drama. Peragaan atas kegiatan-kegiatan sehari-hari kita buat layaknya dalam sebuah opera tentang si baik yang selalu diterima oleh semua orang atau mengenai orang yang selalu berbuart baik selalu mendapat balasan yang baik pula. Penempatan posisi menjadi orang yang baik inilah yang selalu membuat kita sulit untuk terus eksis dalam kehidupan berinteraksi. Bayangan-bayangan yang sifatnya membuat kita malu atau bayangan sekedar membuat kita lebih berharga menjadi hal yang sering kita lakukan . kebiasaan-kebiasaan yang sulit seperti ini yang sebenarnya harus kita hindari.

Daftar Pustaka
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam. Prenada Media. Jakarta.

Alkitab Elektronik Keluaran LAI (Lembaga Alkitab Indonesia)

0 Komentar


Ketika orang terpukul oleh perubahan, kebutuhan akan kepercayaan spiritual semakin hebat (john naisbitt)
Alkitab Elektronik keluaran LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) ini sangat populer dikalangan pecinta software Alkitab. Selain karena kemampuannya yang mumpuni, software ini juga memiliki fasilitas yang lengkap. Ia memiliki kemampuan pencarian kata dan ayat serta navigasi yang mudah. Software Alkitab Elektronik ini muncul seiring oleh perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi.  Kehadiran Alkitab Elektronik tentu menyumbangkan banyak nilai bagi umat untuk membaca dan merenungkan Alkitab secara mudah, praktis dan kaya tanpa batasan waktu dan tempat.  Seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibenturkan dengan sistem agama sudah membentuk suatu nilai-nilai yang terlembaga dalam masyarakat.
Perangkat agama telah dimodernisasi, seperti kitab suci, tata ibadah dan lain sebagainya Dalam hal ini kita dapat melihat ilmu pengetahuan dan teknologi sudah masuk dalam sistem agama, seperti gadget Al-kitab Elektronik yang semakin sering digunakan oleh masyrakat. Biasanya dalam masyrakat kristen, membawa kitab suci sewaktu beribadah minggu merupakan hal yang biasa dilakukan jemaat. Menjadi identitas bagi jemaat, dengan membawa Kitab Suci sewaktu beribadah minggu adalah penanda bahwa seseorang itu bergama kristen yang hendak beribadah. Namun, Kitab suci yang memiliki simbol identitas agama kristen sudah diganti dengan teknologi yang canggih. Adanya Al-Kitab elektronik berbentuk gadget menarik sebagian besar masyrakat beragama untuk menggunakannya. Alasan logisnya, bahwa masyrakat membutuhkan sesuatu yang instan, efektif dan efesien. Dengan adanya gadget kitab suci seperti ini seakan memudahkan masyrakat untuk beribadah. Cara mendapatkan gadget yang sangat mudah, pemakaian yang simple dan tingkat gengsi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem agama hari ini. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat manusia khusunya umat yang beragama banyak yang dipermudah langkah-langkah kehidupannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian memang searah dengan dengan perkembangan akal pikir manusia, tetapi juga tidak berbanding lurus dengan ajaran agama. Kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. Ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk dilihat kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin.

Analisis Kasus : Agama berhadapan dengan modernisasi (Alkitab Elektronik )
Agama dalam masyaraat modern sedang mengalami transformasi tetapi bukan menurun. Berbanding terbalik dengan Agama tradisional mungkin saja menyusut tetapi kesadaran keagamaan tetap kuat dan memanifestasikan diri dalam kepercayaan-kepercayaan dan ritual-ritual baru yang sesuai dengan bentuk-bentuk aliran kepercayaan yang dianut. Meskipun arti pentingnya dapat saja selanjutnya berkurang agama akan tetap sebagai ciri yang lestari dan permanen daripada sistem-sistem sosial budaya.
Seperti contoh kasus Alkitab Elektronik yang fenomenal penggunaannya. Penggunaan Alkitab Elektronik sudah dianut sebagai paradigma positivisme oleh sebagian besar masyrakat. Alkitab elektronik yang paling fenomenal adalah dalam bentuk aplikasi dalam handphone. Penggunaan aplikasi Alkitab ini tidak hanya terjadi di kota besar saja, tetapi sudah terjadi di kota-kota kecil di jemaat yang besar ataupun jemaat yang kecil. Dengan adanya aplikasi Alkitab di Hp ini, seseorang tidak perlu lagi membawa Alkitab cetak yang secara fisik memang lebih besar dan berat. Praktis, bisa disebut seperti itu. Apalagi, aplikasi alkitab ini mudah sekali didapat dan dengan harga yang lebih murah dari Alkitab cetak. Aplikasi Alkitab memungkinkan penggunanya untuk mencari ayat Alkitab hanya dengan memasukkan kata kunci. Untuk membuka ayat yang sudah menjadi tujuan pengguna juga sangat mudah. Cukup memasukkan nama kitab, pasal, dan ayat tanpa perlu mencari secara keseluruhan. Berbeda dengan Alkitab cetak yang memaksa penggunanya untuk mencari menggunakan penanda halaman (bagi yang ada). Apabila Alkitab cetak tersebut tidak memilki penanda halaman maka ayat tujuan harus dicari halaman demi halaman yang tentu saja menghabiskan waktu. Satu lagi kelebihan dari Alkitab elektronik adalah membuat penggunanya merasa lebih modern karena ini berhubungan dengan teknologi. Agama dipertanyakan eksistensinya  dan dianggap surut dan disfungsi terhadap kehidupan masyaraatnya di era modern ini. Kesiapan masyarakat belakangan ini terhadap agama kurang bersahabat. Masyrakat dewasa ini  manganggap agama sesuatu yang patut dimusuhi atau harus dicurigai, karena dipandang produk masa lalu yang membelenggu kebebasabn manusia dan kini digantikan oleh kebenaran positivisme  walaupun ada agama namun merupakan agama humanitas, agama yang disesuaikan dengan positivisme, ini dikemukakan oleh August Comte . Atau pandangan Friedrich Nietzsche dalam filosofi sekulernya “tuhan telah mati” atau Karl  Marx  bahwa agama hanya “candu/opium” masyarakat
Sebenarnya penggunaan Alkitab elektronik ini sah-sah saja jika sebatas penggunaan dalam konteks waktu san suasana yang tiba-tiba atau tergesa-gesa saja karena penggunaan Alkitab elektronik dala semua konteks waktu dan suasana sebenarnya menimbulkan dampak-dampak negative jugaNamun, jemaat akan dengan leluasa menggunakan HP dengan alasan membaca alkitab. Tidak ada jaminan bahwa jemaat itu tidak akan membuka feature lain, apalagi di hari minggu sering ada sms ucapan “ selamat hari Minggu” bagi orang Kristen. Hal ini tentu saja mengganggu jemaat lain dan merusak suasana ibadah. Penggunaan alkitab elektronik seperti ini lama-kelamaan akan menimbulkan perbedaan, bahkan jarak, dengan pengguna alkitab cetak dengan anggapan bahwa alkitab elektronik memiliki prestise lebih tinggi. Situasi ini memiliki potensi kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Semakin maraknya penggunaan alkitab elektronik juga menjadi penanda bahwa gaya hidup serba cepat (instan) sudah semakin menguasai gaya hidup orang Indonesia. Agama sebagai ciri yang lestari dan permanen daripada sistem-sistem sosial budaya. Bagaimanapun berhasilnya ilmu pengetahuan dalam menjelasan dan mengendalikan dunia empiris, tapi ilmu tida berkuasa dalam berhadapan dengan suatu masalah non-empiris. Tiga dasawarsa terakhir, berakhirnya abad 20  terjadi perkembangan pemikiran baru yang mulai menyadari bahwa selama ini manusia salah menjalani kehidupannya. Di dunia ilmu pengetahuan, muncul berbagai pendangan yang menggugat paradigma positivisme.

Kesimpulan :
            Bahwa Alkitab elektronik merupakan produk hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang di dihadapkan dengan sistem agama. Masyarakat yang menggunakan produk perkembangan Iptek adalah adalah masyrakat yang telah menerima modernitas masuk ke sistem agama. Kemudian, agama juga dapat menjadi wadah oleh iptek untuk menjadi tempat komoditas dari perkembangan zaman. Seluruh perangkat agama dimanfaatkan oleh perkembangan Iptek untuk menjual hasil karyanya, yang kemudian ini dipasarkan dan dipakai oleh masyrakat. Ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk dilihat kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin.
Konsekuensi logis yang harus diterima sistem agama ialah kemajuan teknologi yang dapat merusak eksistensial dari agama itu sendiri. Keadaan sekarang berbeda dengan masa lampau. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Peradaban umat manusia berubah maju dan modern. Perang sudah terminimalisir dengan berdirinya organisasi perdamaian dunia.  Tingkat modernitas yang masuk kesetiap elemen masyrakat seakan menjadi input yang tak terelakkan.